Selasa, 29 November 2011

Korupsi Karangsari Rp 5 Miliar Terkatung-katung


SETELAH 3 tahun, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Karangsari senilai Rp 5 miliar, berkas perkaranya tak kunjung ke Pengadilan Negeri Serang untuk mendapatkan keadilan.

Padahal kasus ini menjadi sorotan masyarakat karena diduga kuat melibatkan Atut Chosiyah, Plt Gubernur Banten dan sang ayah tercinta, Chasan Sochib serta pejabat teras di lingkungan Pemprov Banten dan Pemkab Pandeglang.

Kasus ini dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan Kepolisian Daerah (Polda) Banten pada tahun 2003. Pelaporannya adalah Lembaga Advokasi Masalah Publik (LAMP).

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten memang sudah menetapkan tersangka atas kasus ini, Tantan yang menjabat Pimpro. Namun Atut Chosiyah dan Chasan Sochib tak pernah dimintai keterangan tentang kasus ini yang menggunakan APBD tahun 2002, sehingga berkas perkara itu tidak pernah lengkap dan tidak memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Kepala Kejati Banten, Kemal Sofyan Nasution melalui Asisten Pengawasannya, AF Basyuni, penyebab tersendat-sendatnya penyelidikan kasus Karangsari adalah terdapat perbedaan antara hasil perhitungan kerugian negara oleh auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Kejati Banten. Versi BPKP menyebutkan angka Rp 5 miliar, sesuai dengan nomenklatur di APBD. Sedangkan Kejati Banten berpegang teguh pada Rp 3,5 miliar karena hanya uang itu yang digunakan untuk membebaskan lahan Karangsari.

Hasil pemeriksaan BPK maupun BPKP memang menyebutkan angka Rp 5,14 miliar, sesuai dengan besaran anggaran yang tercantum dalam APBD 2002. Di antaranya untuk pembebasan lahan Karangsari Rp 3,5 miliar. Namun sisanya, Rp 1,64 miliar juga menjadi temuan BPK dan BPKP karena tak ada pelaksanaan proyek pelebaran jalan itu.

Sebenarnya, Dengan temuan BPK dan perhitungan BPKP itu, Kejati Banten justru mendapatkan dua perkara. Pertama, perkara dugaan korupsi pengadaan lahan Karangsari Rp 3,5 miliar. Kedua, perkara dugaan korupsi pelaksanaan pelebaran Jalan Raya Serang-Pandeglang tahun 2002 yang dinilai tidak dilaksanakan. Kenyataannya, kasus ini terkatung-katung hingga 3 tahun lebih. (tim Banten link)

Senin, 28 November 2011

Korupsi Ratu Atut Banten dan Koleganya


JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera melakukan penelahaan terhadap dugaan korupsi yang diduga dilakukan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp340 miliar.Diduga, Ketua PMI Banten Ratu Tatu adik Atut senilai 900 juta. KNPI Banten diketuai Aden Abdul Khalik, adik tiri Atut mendapat Rp1,5 miliar, HIMPAUDI, yang diketuai menantu Atut, Ade Rossi mendapat Rp3,5 miliar dan Tagana Banten yang diketuai anak Atut, Andhika Hazrumi mendapat Rp1,75 miliar.
"Laporan tersebut akan ditelaah terlebih dahulu di Dumas (Pengaduan Masyarakat)," ujar Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi, Kamis (8/9/2011).
Penelahaan dilakukan untuk menemukan apakah benar ada indikasi pelanggaran pidana korupsi dalam laporan tersebut untuk selanjutnya ditingkatkan ke proses penyidikan.
Sebelumnya, Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) melaporkan Atut ke KPK terkait dugaan korupsi program bantuan hibah dan bantuan sosial Provinsi Banten. Bantuan hibah diambil dari APBD tahun 2011.
"Berdasarkan kajian dan analisa terhadap nama ormas penerima bantuan hibah dan batuan sosial, realisasi dan nilai yang dihibahkan, kami menemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada tindakan korupsi," ujar Juru Bicara ALIPP, Suhada usai melaporkan di kantor KPK, Jakarta, Kamis (8/9/2011).
Dia menerangkan pada APBD tahun 2011 Gubernur Banten mengeluarkan kebijakan program bantuan hibah yang jumlahnya mencapai Rp340 miliar rupiah. Rencananya, uang itu akan dibagikan ke 221 lembaga dan organisasi. Juga ada bantuan sosial yang nilainya sebesar Rp51 miliar.
"Laporan BPK atas APBD 2010 menyebut terkait pengendalian intern, BPK menyebut 6 temua kelemahan pengendalian yaitu kelemahan sistem pengendalian dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana hibah dan bantuan sosial," urainya.
ALIPP mencatat sejumlah nama lembaga dan organisasi yang menerima anggaran itu malah diduga fiktif dan sarat nepotisme.
"Ketua PMI Banten Ratu Tatu adik Atut senilai 900 juta. KNPI Banten diketuai Aden Abdul Khalik, adik tiri Atut mendapat Rp1,5 miliar, HIMPAUDI, yang diketuai menantu Atus, Ade Rossi mendapat Rp3,5 miliar dan Tagana Banten yang diketuai anak Atut, Andhika Hazrumi mendapat Rp1,75 miliar," bebernya 

Profil Prof. DR. (HC) H. Tb. Chasan Sochib

Bagi mereka yang tinggal di Banten atau pernah tinggal di Banten, siapa yang tidak kenal Haji Hasan. Tokoh sentral Banten, pemimpin tunggal kelompok paling dominan di Banten yang sering disebut kelompok "Rau".
Pria asal Pabuaran, Kabupaten Serang, Provinsi Banten yang sering mencantumkan nama lengkapnya sebagai Prof. DR. (HC). H. Tubagus Chasan Sochib ini merupakan ayah dari Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten, Tubagus Hearul Jaman, Wakil Walikota Serang, dan Ratu Tatu Chasanah, Wakil Ketua DPRD Banten yang sedang bertarung di Pilkada Bupati Serang tanggal 9 Mei nanti, sebagai calon Wakil Bupati.
Pria berumur lebih dari 80 tahun ini juga merupakan mertua dari Hikmat Tomet, DPR RI. Kakek dari Andika Hazumi, DPD RI. Kakek Mertua dari Adde Rosi, Wakil Ketua DPRD Kota Serang. Dan istri dari Ratna Komalasari, anggota DPRD Kota Serang.
Selain disebut Haji Hasan, sebagai kehormatan gelarnya, Chasan Sochib juga sering disebut dengan nama Abah (penghormatan sebagai orang sepuh), Haji Kacong/Acong (ledekan tindakannya tidak sesuai dengan gelar haji-nya), Rau (merujuk pada tempat tinggalnya di kompleks Pasar Rau), Godfather (merujuk kekuasaan diduga melalui kekerasan) dan Gubenur Jendral (merujuk pada dugaan dia yang mengatur pemerintahan Provinsi Banten, Atut hanyalah boneka).
Terlepas dari nada miring yang selalu mengikuti tindakannya, Chasan Sochib merupakan contoh kesuksesan bagi mereka yang berkemauan teguh. Maju terus pantang mundur, tak peduli dengan omongan orang.
Chasan Sochib terlahir bukan dari keluarga kaya atau keluarga priyayi/bangsawan. Ia terlahir dari keluarga pedagang beras biasa di Pabuaran. Walau tidak kekurangan, tapi tidak berlebihan. Maka sekolah rakyatnya pun tak tamat, Chasan Sochib melanjutkan di pesantren. Juga tak tamat.
Menurut Sl, mantan aktivis LIRA Banten yang mendengar cerita dari jawara sepuh di Pabuaran, Kabupaten Serang, nama asli Chasan Sochib adalah Kasan. Sering disebut dengan nama Kasan Petromaks. Kata terakhir, karena tingkah laku Kasan yang suka mengamankan petromaks mushala ke pasar. Maklum, karena belum ada listrik, harga petromaks lumayan berarti.
Entah kenapa, Sl tidak menceritakan secara detail, Kasan terlibat perkelahian yang berujung kematian lawannya. Kasan pun dipaksa mengenyam pendidikan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Soal pendidikan di Nusakambangan ini, dibenarkan juga oleh Ud, mantan bendahara Chasan Sochib sekitar tahun 1975-an. Hal senada juga diceritakan Ry, praktisi media di Banten. Ry juga bercerita tentang hijrahnya Chasan Sochib ke Kota Serang.
Selepas dari Nusakambangan, Kasan dikabarkan sering mengumpulkan pelaku kejahatan, seperti maling dan rampok. Di daerah Pabuaran, Ciomas dan Padarincang, namanya cukup ditakuti.
Saat itu Kabupaten Serang dipimpin Bupati Kaking. Hobinya berburu babi hutan di daerah Pabuaran, Ciomas dan Padarincang. Saat berburu, Kaking membutuhkan petunjuk jalan yang handal. Kasan lah yang sering dipilih Kaking.
Terkesan oleh kecakapan dan kehandalan kerja Kasan, Kaking memboyongnya ke Kota Serang. Kasan dijadikan penjaga kandang kuda dan perawat binatang piaraan Kaking, seperti buaya, beruang, harimau dan lainnya. Lama-lama, nama Kasan berubah menjadi Hasan.
Ternyata hasil kerja Hasan sangat memuaskan Kaking. Karirnya meningkat menjadi perwakilan Kaking dalam berdagang beras dari/ke Lampung. Tak lama dipromosikan kembali jadi tukang jingjing tas Kaking. Seperti buntut anjing, kemana Kaking pergi, tampak dibelakangnya Hasan menjingjing tas dan map.
Sinar keberuntungan memang sedang menimpa Hasan. Lingkup kerjanya bertambah menjadi tukang ngurus dokumen kontrak hingga ke pencairan dana proyek. Hasan jadi hapal seluk beluk bermain proyek. Kepercayaan pun datang. Hasan dipercaya Kaking memimpin proyek pembangunan pasar Anyer.
Di sini kecerdasan Hasan terlihat. Luas dan jumlah kios ia naikan, walau laporan ke Kaking tidak berubah masih sesuai rencana. Kios-kios di tempat strategis dikatakan sudah di beli orang, padahal dibeli sendiri. Keuntungan Hasan jadi berlipat-lipat, dari selisih penjualan kios antara laporan dan fakta di lapangan dan penjualan kios-kios strategis yang dibelinya dengan harga standar.
Ry menuturkan, dari keuntungan itu Hasan mendirikan CV Sinar Ciomas dan mulai bermain proyek. Proyek pertamanya membangun jembatan di Anyer senilai kurang lebih Rp1 miliar. Jembatan dengan teknologi baru peninggalan nenek moyang, dibuat dari gelondongan batang pohon kelapa. Tak terbayangkan berapa untungnya.
Nama Hasan semakin tersohor di dunia proyek. Bukan saja terkenal karena teknik membangunnya yang sering mencontoh peninggalan nenek moyang, tapi lebih terkenal karena gaya penawaran proyek yang sangat berbeda. Jika perusahaan lain memberikan penawaran dalam amplop tertutup, Hasan memberikan penawaran berbentuk minimal 2 orang berseragam hitam-hitam dan bersenjatakan golok.
Hasan tak lupa untuk memperkuat sisi sosial politiknya. Persatuan Seni Pencak Silat dan Seni Budaya Banten (PSPSSBB) didirikan, berisikan 11 peguron (padepokan) silat. PSPSSBB lebih dikenal dengan sebutan Markas Komanda (Mako) Pendekar. Hasan sendiri tidak punya peguron. Ia juga aktif sebagai kader Golkar. Tak lupa mendirikan organisasi kemasyarakatan lainnya, seperti yayasan dan LSM. Hubungan ke pusat pun dirambahnya.
Nama Hasan menanjak tinggi. Kekuasaannya terus bertambah. Kadin, Gapensi dan organisasi sejenis, jatuh satu per satu. Namanya bertambah jadi Haji Hasan atau Khasan. Tak lupa kebiasaan orang Banten, istri pun jadi empat. Asiknya, nomor empat sering berganti wajah.
Tapi sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya tupai juga. Haji Hasan terkena batunya saat Sampurna, orang Banten asli menjabat Bupati Serang. Sebuah cerita konyol tersiar. Saat Haji Hasan menekan Sampurna dengan gaya pendekarnya di ruang kerja Bupati Serang, Sampurna tersinggung.
Sampurna masih militer aktif, pistol selalu disimpan tak jauh darinya. Saat marah itu, Sampurna menodongkan pistol ke muka Haji Hasan. Haji Hasan lari terbirit-birit. Nama Haji Hasan sang penguasa proyek mulai meredum.
Sudah jatuh, tertimpa tangga. Kroninya di BNI dipindahkan, karena tersangkut kredit macet miliknya. Kabarnya, pengelola baru BNI Serang menempuh jalur hukum. Haji Hasan diisukan kena tahanan kota. Kekuasaan enggan mendekat. Ia pun dianggap mati suri. Untung anak-anaknya dari istri pertama di Bandung berkembang pesat (diceritakan lain kali).
Geliat pembentukan Provinsi Banten terasa kuat. Berawal dari selatan Banten (Lebak dan Pandeglang), bergerak ke utara (Serang, Cilegon dan Tangerang). Gayung pergerakan bersambut, tokoh-tokoh utara disambangi. Termasuk Haji Hasan yang sedang mati suri.
Sayang jawabannya sangat tak enak. "Ngimpi dia Banten rek jadi provinsi (mimpi kamu Banten mau jadi provinsi)," kata Haji Hasan seperti ditirukan Agus Setiawan, aktivis pembentukan Provinsi Banten. Haji Hasan pun dilewatkan oleh gerakan.
Gerakan pembentukan Provinsi Banten terlalu kuat untuk dibendung. Semua daerah telah sepakat. Diam-diam sekelompok motor gerakan berusia muda merasa takut. Soalnya, gerakan ini didominasi tokoh-tokoh dari selatan. Mereka takut kalau jadi Provinsi Banten akan terkuasai orang selatan.
Keputusan telah diambil, mereka sepakat memberikan gelar tokoh Banten ke Haji Hasan. Pemberian ini disambut dengan sangat gembira, Haji Hasan menyadari kesalahan langkahnya. Gerakan tandingan digelar, walau pun tujuannya tetap sama, pembentukan Provinsi Banten.
Gesekan, friksi dan konflik saling klaim wadah resmi pembentukan Provinsi Banten terjadi. Islah digelar di Sari Kuring, Kota Cilegon. Setelah memecahkan banyak gelas, kata sepakat dicapai. Wadah baru Badan Koordinasi (Bakor) Pembentukan Provinsi Banten terbentuk dengan ketua Tryana Samun. Tak ketinggalan Haji Hasan jadi pengurus inti. Di sini nama Haji Hasan mulai berubah jadi Chasan Sochib.
Provinsi Banten terbentuk, H. Tb. Chasan Sochib hidup kembali. Keluarganya di Bandung dipanggil ke Serang. Atut Chosiyah, anaknya terlihat sering menemani Hakamudin, Penjabat Gubernur Banten. Chasan merintis ulang kejayaannya.
Dua tahun lewat, pemilihan Gubernur Banten pertama digelar, masih menggunakan sistem suara DPRD. Atut kabarnya dipaksa mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur, berpasangan dengan Djoko Munandar, Wakil Walikota Cilegon saat itu.
Tim sukses ditebar melobi anggota DPRD. Tak lupa pasukan hitam-hitam (PHH) untuk menjaga lolosnya perjanjian hasil lobi. Isu bumi hangus merebak, jika Djoko-Atut tidak terpilih. Suasana pemilihan sangat mencekam. Akhirnya Djoko-Atut terpilih.
Chasan Sochib merengkuh kembali masa kejayaannya. Lelang proyek tak ada artinya. Penawaran berupa golok mencuat kembali. Membangun dengan teknologi peninggalan nenek moyang digunakan lagi. Kasus korupsi merebak kasat mata. Hukum hanya tersimpan di kantor jaksa dan hakim yang mulia.
Chasan Sochib memperpanjang namanya, jadi Prof DR (HC) H Tb Chasan Sochib. Belakangan kata HC dihilangkan. Isunya, setelah abah tahu kalau HC itu kepanjangan dari Honoris Causa alias gelar kehormatan. Bukan gelar asli. Mungkin dikira HC itu Haji Ciomas.
Menjelang pilkada langsung Gubernur Banten, Djoko tersangkut perkara korupsi Dana Perumahan Rp14 miliar. Sidang digelar, Djoko terbukti tidak memakan uang rakyat dan tetap divonis 2 tahun penjara. Atut menjadi Plt Gubernur Banten dan melenggang sebagai calon Gubernur Banten dari incumben.
Isu mengatakan Marissa Haque menang di pencoblosan, tapi kalah di PPK. Atut jadi Gubernur Banten. Masduki jadi wakilnya. Kabarnya Chasan hanya setengah main. Saat kampanye abah dikabarkan jalan-jalan ke Singapura. Isu diantara tim sukses, abah disembunyikan di salah satu rumah sakit dibilangan Pondok Indah, koma!!!
Kabarnya komando diserahkan ke Tb. Chaeri Wardana atau sering dipanggil Wawan, adik Atut Chosiyah. Ia juga yang memimpin penguasaan Kabupaten Tangerang berhadapan dengan incumben Bupati Ismet di pilkada langsung Bupati Tangerang. Airin, istri Wawan maju sebagai calon. Airin kalah telak. Angin memberitahukan, akibat perlawanan para jawara selatan yang tergabung dalam BPPKB Banten.
Chasan Sochib tak menyerah, saat pemilu, keluarganya mencalonkan diri besar-besaran. Hikmat Tomet dan Siti Romlah calon DPR, Andika Hazumi calon DPD, Tatu Chasanah dan Aden calon DPRD Banten, Adde Rosi dan Ratna Komalasari calon DPRD Kabupaten Serang. Tak satupun dari keluarga Chasan yang gagal di pemilu, semuanya lolos jadi legislatif.
Taring kekuasaan Chasan Sochib ditancapkan pula di Kota Serang lewat pilkada langsung. Anaknya Haerul Jaman dipasangkan dengan Bunyamin, mantan Bupati Serang. Pilkada yang berlangsung dua putaran itu, memunculkan Bunyamin sebagai Walikota Serang dan Haerul Jaman sebagai Wakil Walikota Serang.
Kini Bunyamin sedang diterpa isu pelengseran. Isu yang mencuat karena kesehatannya yang memburuk. Bunyamin terkena stroke dan penyempitan pembuluh darah. Tapi bagi sebagian warga Kota Serang, itu hanya sebuah dalih, Haerul Jaman ingin jadi Walikota Serang.
Besok Minggu, 9 Mei 2010, kemungkinan besar taring Chasan Sochib menancap pula di Kabupaten Serang. Taufik Nuriman, incumben berpasangan dengan Tatu Chasanah, anak Chasan. Hitungan di atas kertas, kalah hanya jika Allah berkehendak lain.
Sasaran berikutnya, Kota Tangerang Selatan. Airin sudah digadang-gadang kembali untuk mencalonkan diri oleh Rau. Walau pun belum jelas pasangannya, jalan sepertinya sudah terbuka lebar. Penjabat Walikota Tangerang Selatan, Shaleh MT dikenal sebagai antek paling setia Atut Chosiyah.
Sementara Kabupaten Pandeglang yang juga akan melaksanakan Pilkada Bupati tahun ini, bagi sebagian pengamat, hanya bonus permainan. Abah tidak serius menggarap Pandeglang yang miskin PAD-nya. Tapi Ratna Komalasari, istri ke 4 abah, terdengar ngotot ingin jadi Bupati/Wakil Bupati Pandeglang. Tak ketinggalan mantan istri Abah, entah yang keberapa, Ratu Iyet pun mempunyai hasrat yang sama.
Apakah keluarga Chasan Sochib atau sering disebut Dinasti Rau akan menguasai wilayah Banten? Wallahualam, semoga rakyatnya masih punya kemampuan melawan.
Terlepas baik atau buruk cara seseorang, fakta di atas membuktikan Prof DR H (HC) Chasan Sochib bukanlah orang bodoh, tapi orang cerdas dan jenius. Walaupun SD saja tidak tamat, jangan menganggap remeh gerak-geriknya.

Tulisan panjang ini dipersembahkan kepada warga Kota Tangerang Selatan yang sedang bersiap-siap menghadapi Pilkada Langsung. Mudah-mudahan bermanfaat dan WASPADALAH!!! Cukup kami  yang mengalaminya.

Ratu Atut Lebih Kaya dari SBY

Ratu Atut Lebih Kaya dari SBY
Jakarta – Kekayaan Atut dan keluarganya kini menjadi sorotan menjelang Pilkada Banten. Maklum Atut dengan menggandeng Rano Karno kembali mencalonkan diri untuk mempertahankan kursi gubernur.
Sejumlah kalangan mulai mempersoalkan banyaknya kejanggalan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Banten di bawah kepemimpinan Atut.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan kerugian negara hampir Rp 1 triliun dalam penyelewengan APBD Banten tahun 2007-2010.
Teranyar menjadi sorotan adalah penggunaan dana hibah APBD Rp 391 miliar yang sebagian besar mengalir ke lembaga atau organisasi yang dipimpin oleh kerabat Atut sendiri. Kejanggalan dana hibah ini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lalu seperti apa kekayaan Atut? Atut termasuk gubernur yang kaya raya. Ia pernah masuk daftar dalam 25 gubernur terkaya di Indonesia. Pada tahun 2002, ia menjadi gubernur terkaya ketujuh dengan kekayaan Rp 17.810.707.822 .
Sementara gubernur terkaya nomor satu, saat itu diduduki oleh Rudolf Mazvoka Pardede Gubernur Sumut dengan kekayaan Rp 298.740.200.000.
Banyak pihak menduga kekayaan Atut sudah melimpah ruah setelah hampir 10 tahun memimpin Banten baik sebagai wakil gubernur hingga kini menjadi gubernur. Apalagi setelah sang ayah, Haji Tubagus Chasan Sochib atau Abah Chasan, meninggal dunia. Sang ayah yang memiliki banyak usaha dan kekayaan tentu turut mewariskan harta yang tidak sedikit untuk putri sulungnya ini.
“Pastinya meningkat kekayaannya atau hartanya. Apalagi kalau tidak salah ada 10 anggota keluarga trah Ratu Atut ini yang menjadi pejabat baik di daerah Banten atau pusat,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan kepada detik+.
Keluarga dan kerabat Atut memang menguasai Banten. Dari 8 kota dan kabupaten di Provinsi Banten, 4 di antaranya dikuasai kerabat Gubernur, yakni Tb Khaerul Zaman (adik Atut) sebagai Wakil Wali Kota Serang, Ratu Tatu Chasanah (adik Atut) menjadi Wakil Bupati Kabupaten Serang, Heryani (ibu tiri Atut) sebagai Wakil Bupati Pandeglang, dan Airin Rachmi Diany (adik ipar Atut) terpilih menjadi Wali Kota Tangerang Selatan.
Selain menguasai eksekutif, keluarga Ratu Atut juga menguasai parlemen. Sang suami, Hikmat Tomet, menjadi anggota DPR dari Golkar, lalu anak sulung Atut, Andika Hazrumy, menjadi anggota DPD.
Lalu juga Ade Rossi Chaerunnisa merupakan istri dari Andika juga menantu Atut menjadi anggota DPRD Kota Serang. Adik iparnya, Aden Abdul Khaliq, menjadi anggota DPRD Banten. Dan ibu tirinya, Ratna Komalasari menjadi anggota DPRD Serang. Sementara satu orang yang berasal dari PDIP, yaitu Ratu Ella Syatibi (adik sepupu Atut) menjadi anggota DPRD Banten.
Tapi berapa detail kekayaan Atut dan keluarga hingga kini belum bisa diketahui. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten belum memiliki data kekayaan Atut. Calon Gubernur yang menggandeng Rano Karno ini belum melengkapi administrasi laporan kekayaannya ke KPU.
Atut sudah mengisi formulir tentang laporan kekayaannya, hanya saja yang diisi hanya laporan kekayaan sebagai pejabat negara, bukan cagub.
Kekayaan Atut juga tidak bisa dilihat dari daftar LHKPN sejumlah pejabat negara di KPK. Maklum, alat untuk mengakses informasi ini rusak. “Sudah rusak dua minggu ini. Kita juga kurang tahu soal perbaikan IT-nya,” ujar salah satu petugas di KPK.
Namun dipastikan, menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, kekayaaa Ratu Atut sangat besar, apalagi melihat pengaruh dan kekuasaan Abah Chasan, yang menguasi sejumlah bisnis secara informal di Banten.
“Di Jakarta saja, menurut klien yang pernah saya tangani keluarga besar ini memiliki sebuah rumah mewah di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, ini perlu dicek kembali,” ujarnya kepada detik+.
Pendapat Boyamin bukan tidak beralasan. Menilik harta kekayaan adik ipar Atut, Airin Rachmi Diany yang saat ini menjadi Walikota Tangerang Selatan, saat masih dalam status calon walikota, Airin merupakan kandidat terkaya dibandingkan dengan calon-calon lainnya. Airin berdasarkan daftar kekayaan para calon yang dirilis KPU Kota Tangerang Selatan memiliki kekayaan mencapai Rp 111 miliar.
Kekayaan adik ipar Atut ini di antaranya berupa beberapa mobil mewah seperti mobil Ferrari 2006, Mercedes-Benz 2008, Lamborghini 2009, Mini Cooper 2008, Toyota Alphard 2010, Porsche Panamera 2010, dan Honda Beat 2010, senilai Rp 22 miliar.

“Airin juga memiliki pertanian dan peternakan sebesar Rp 9 miliar, harta bergerak Rp 2 miliar, dan surat berharga Rp 10 miliar,” kata Ketua KPU Tangerang Selatan Imam Perwira Bachsan sebelum pelaksanaan pemungutan suara dalam Pilkada di Tangerang Selatan tahun lalu.
Dengan kekayaan yang mencapai belasan miliar tersebut, Ratu Atut dan Airin sangat mungkin mengungguli Presiden SBY. Berdasarkan catatan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) November 2009, SBY memiliki kekayaan senilai Rp 7,6 miliar dan US$ 269.730.

Daftar kasus Korupsi Atut Chosiyah (Gubernur wanita yg akan di KPK-kan

Daftar kasus Korupsi Atut Chosiyah (Gubernur wanita yg akan di KPK-kan)
solahkan dilanjut kalau ada berita lainnya..

1. Fasilitas Rumah Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Yang Diberikan Dalam Bentuk

Tunjangan Perumahan, Ternyata Diberikan Juga Biaya Pemeliharaan Rumah Jabatan sebesar

Rp127.707.600,00, Tidak Sesuai Ketentuan

2. Pengeluaran dan Pertanggungjawaban atas Belanja Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi

Banten TA 2005 (s.d Oktober) senilai Rp2.597.817.400,00 Tidak Didukung Dengan Bukti

Yang Sah

3. Belanja Barang dan Jasa pada Pos Sekretariat DPRD Provinsi Banten Digunakan untuk

Kegiatan yang Tidak Sesuai dengan Peruntukannya Sebesar Rp384.500.000,00

4. Pengadaan Lahan Untuk Pembangunan Gedung Mapolda Banten Harganya Lebih Mahal dari

Harga Pasaran Tertinggi Sebesar Rp3.448.620.000,00

5. Pengadaan Jembatan Bailley Rangka Baja Knock Down Senilai

Rp1.272.568.000,00 Untuk Penanganan Darurat Tidak Siap Pakai, Di Antaranya Terdapat

Komponen Yang Kurang Diterima Senilai Rp55.069.000,00 Dan Denda Sebesar

Rp3.817.704,00 Belum Dipungut

6. Pembangunan Gedung DPRD Provinsi Banten Senilai Rp62.500.000.000,00 Dilaksanakan

Oleh Kontraktor Yang Tidak Memiliki Keahlian/Kemampuan Teknis Bangunan

7. Pemberian Addendum Perpanjangan Waktu atas Pelaksanaan 11 Paket Pekerjaan

Pembangunan Jalan dan Jembatan Tidak Sesuai Ketentuan Sehingga Denda Keterlambatan

Harus Dikenakan Sebesar Rp1.010.756.157,00

8. Pelaksanaan Pekerjaan Tiga Paket Pembangunan Jalan Tidak Sesuai Kontrak Sebesar

Rp349.990.510,71

9. Volume Pekerjaan Pada Dua Paket Pembangunan Jalan Dihitung Lebih Besar Senilai

Rp86.632.624,85 Dari Yang Seharusnya

10. Pelaksanaan Pekerjaan Rehabilitasi Situ Garukgak Tidak Sesuai Dengan Yang

Dipersyaratkan Dalam Kontrak Sebesar Rp6.615.860,0

11. Pelaksanaan Pekerjaan Perbaikan Tanggul Kiri Sungai Cidurian Terlambat Diselesaikan Dan

Belum Dipungut Denda Keterlambatan Sebesar Rp18.798.654,00

12. Pengadaan Obat Pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten Dengan Dana APBD Senilai

Rp1.192.008.988,00 Fiktif.

13. Obat Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar Dari Pengadaan TA 2005 Senilai

Rp1.493.987.312,00 Belum Semuanya Diterima dan Di Antaranya Lebih Dibayar Sebesar

Rp1.070.142.045,00

14. Kegiatan Pengadaan Alat Kesehatan Lebih Dibayar Sebesar Rp5.137.455.309,00 Dan Kepada

Rekanan Belum Dikenakan Denda Keterlambatan Sebesar Rp264.044.000,00

15. Addendum Perpanjangan Waktu Atas Dua Pelaksana Kegiatan Di Lokasi RSUD Malimping

Tidak Layak Dan Terdapat Kekurangan Pekerjaan Sebesar Rp69.465.163,59

16. Pengadaan Incenerator Tidak Efektif dan Harga Ditetapkan Lebih Tinggi Sebesar

Rp240.841.600,00 serta atas Keterlambatan Pekerjaan Tidak Dikenakan Sangsi Denda

Sebesar Rp30.557.825,00

17. Pengadaan Barang Senilai Rp361.927.866,00 Belum Dimanfaatkan

18. Penyelesaian Pekerjaan Pembangunan SMA Cahaya Madani Banten Boarding School

Terlambat, Belum Dikenakan Denda Sebesar Rp 24.038.004,00, Dan Kelebihan Pembayaran

Sebesar Rp 56.984.623,02.

19. Penganggaran Bantuan Pendidikan Guru Swasta/Non PNS Dan Siswa Sebesar

Rp10.064.800.000,00 Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Dan Di Antaranya Belum

Disalurkan Sebesar Rp 514.000.000,00